Tuesday, October 8, 2013

Pengembang di Depok Resah Tanggapi Perda RT RW

Hanya orang kaya yang mampu beli rumah di Depok. Itulah umpatan para pengembang perumahan skala kecil dan menengah bersama masyarakat.
Sebab Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Depok yang sudah disahkan DPRD mengatur para pengembang hanya boleh membangun, menjual dan memasarkan perumahan dengan luas tanah 120 meter persegi. Perda tersebut kini masih berada di Propinsi Jawa Barat dan belum efektif untuk dilaksanakan.

Komisaris PT Griya Bukit Mas Pitara Abdul Khair mengungkapkan sejujurnya ia tidak bermasalah dengan kebijakan tersebut. Hanya saja, harga rumah di Depok dengan luas tanah minimal 120 meter persegi akan semakin mahal.

"Tipe 36/78 saja harganya sekarang Rp 350 juta, gimana kalau tanah 120 meter persegi. Kalau kita bandingkan bisa 50 persennya kan tuh, bisa - bisa harga rumah di Depok diatas Rp 450 juta. Itu enggak masuk akal," tukasnya kepada wartawan, Senin (07/10/2013).

Kebijakan tersebut, kata Khair, bertentangan dengan semangat pemerintah yang hendk membangun rumah murah bagi rakyat. Pihaknya berencana menyiasatinya dengan mengubah segmentasi pasar yakni membangun town house dan menyasar konsumen menengah ke atas.

"Lahan sekarang di Depok semakin terbatas kan, kalau 120 meter persegi butuh lahan luas. Kecuali untuk town house boleh, bisa segmennya main tinggi. Enggak masalah sih buat kami, tetapi kalau pasangan muda atau yang baru kerja di bawah 10 tahun, kebijakan itu sulit," jelasnya.

Saat ini, Khair telah memiliki lebih dari dua perumahan di Depok. Ia pun masih berpegangan dengan peraturan yang lama yakni membangun dengan tipe 36/72 dan 36/78.

"Kebetulan proyek yang kami lakukan disetujui sebelum perda itu dilakukan keluar. Nanti rumah di Depok hanya dibeli orang yang mampu. Semakin terbatasnya lahan, dibikin rumah susun boleh. Selama izin dari provinsi belum turun kami masih pakai aturan yang lama, sebenarnya kalau mau tekan jumlah pendatang bisa disiasati rumah vertikal, itu masih lebih nyambung, kalau begini kan hanya orang kaya yang mampu beli rumah di Depok," katanya.

Hal senada dikatakan pengembang perumahan lainnya yang juga ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Depok, Mustofa. Ia mengkritik kebijakan tersebut karena belum tepat dilakukan di tengah Upah Minimum Kota (UMK) masyarakat Depok masih Rp2.042.000.

"Belum tepat bagi kami, harga rumah bisa Rp400 juta-Rp500 juta. Bayangkan harus beli dengan DP tinggi, cicilan tinggi, sementara Depok UMK nya saja Rp 2.042.000, enggak sanggup, enggak memadai," tegas Mustofa.

Mustofa menilai nantinya ada pergeseran trend di Depok dimana hanya akan ada rumah - rumah kelas menengah atas. Kebijakan ini, kata dia, membuat para pengembang resah.

"Kami resah, ini bukan kebijakan yang baik. Belum nanti beban listriknya. Sekarang ini kami masih pakai yang lama," tutupnya.


No comments:

Post a Comment