Sunday, October 6, 2013

Penderita AIDS di Depok Meningkat Tajam

Penderita AIDS di Depok hingga kini terus mengalami meningkatan tajam. Terbukti, hingga 2013 ini ada 188 kasus yang 36 diantaranya adalah penderita baru. Penanganan yang tidak maksimal juga membuat penderita penyakit ini bertambah dari tahun ke tahun.
Dalam kurun waktu enam bulan tedapat 36 penderita baru yang mengidap penyakit yang belum ada obatnya itu. “Jumlah penderita Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Depok," ungkap Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids (KPS) Kota Depok Herry Kuntowo, Rabu (2/10).
Ia mengatakan, pihaknya bekerjasama dengan sukarelawan dan pasiesn yang ada di Depok untuk terus mendata jumlah pengidap AIDS. Menurut dia, untuk mencegah penyakit ini bisa dilakukan dengan pendeteksian dini. Bahkan tidak menutup kemungkinan dilakukan hingga tingkat lingkungan terkecil sekalipun. “Dengan demikian pencegahan penularan bisa dilakukan lebih baik. Dan kami sudah menemukan 36 kasus baru. Kami berharap tambahan kasus itu menunjukan adanya surveillance (pendeteksian) yang lebih baik karena koordinasi yang lebih baik,” kata Herry.

Selama ini, ungkap dia, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) belum tertangani dengan baik karena belum ada lembaga yang fokus mengurus mereka. Sehingga banyak ODHA yang terlantar. Tak jarang pula mereka memilih berobat ke rumah sakit di Jakarta untuk mendapatkan perawatan lebih baik.

Data yang dimiliki KPA Kota Depok, 62% penularan HIV/Aids terjadi akibat hubungan seksual. Penyebabnya, praktek prostitusi yang menyebar. Mengingat tidak adanya lokalisasi di Depok. Dengan kondisi itu menyebabkan penyebaran penyakit ini akibat hubungan seksual sulit dikendalikan. “Ditambah lagi pengetahuan masyarakat Depok mengenai penyakit ini masih sangat minim sehingga kurang mengetahui cara penularan penyakit tersebut,” ungkapnya.

Akses kesehatan
Aktivis Kuldesak, Radiaz Hages Triandha menambahkan, masalah klasik yang dihadapi penderita adalah minimnya akses kesehatan karena Jaminan Kesehatan Daerah Kota Depok tak bersedia membiayai kesehatan mereka. Pasalnya, penyakit ini masih dianggap sebagai penyakit yang dikarenakan pola hidup seks bebas.

“Sementara kebanyakan yang tertular itu golongan ekonomi menengah ke bawah. Kami saat ini mendampingi 45 ODHA,” kata Hages. Pihaknya juga memberikan pendampingan bagi ODHA yang berobat ke rumah sakit. Mereka harus bisa melakukan komunikasi pada dokter rumah sakit untuk mencantumkan penyakit penyerta yang diderita ODHA. “Sehingga Jamkesda bisa menanggung biaya pengobatan,” ungkapnya.

Kebanyakan penderita HIV/AIDS tidak mengetahui kemana mereka harus berobat. Karena minimnya informasi yang diketahui serta kurangnya sosialisasi pemerintah. Bahkan untuk pergi ke rumah sakit pun mereka enggan lakukan dengan alasan prosesnya yang berbelit. Untuk itu diharapkan adanya konselor yang bisa mendampingi ODHA untuk berobat. “Minimal waktu mereka datang, mereka tahu harus ke loket yang mana, masuknya kemana. Karena belum ada jalurnya, kebanyakan kalau merasa sakit jadi bingung harus berobat,” katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Lies Karmawati mengatakan, sesuai dengan peraturan daerah yang ada maka penyakit yang disebabkan perilaku tidak ditanggung dalam Jamkesda. Namun, jika penderitanya adalah anak-anak dan perempuan maka akan ditanggung. Sedangkan dari pemerintah pusat disediakan anggaran khusus penanggulangan penyakit menular, termasuk AIDS.

Saat ini, kata dia, RSUD sudah dilengkapi dengan klinik Voluntary Counseling Test (VCT). “Mereka bisa merujuk ke klinik itu, sudah ada konselor dan obat-obatan. Tapi untuk tes laboratorium tidak ditanggung,” tutup Lies.


No comments:

Post a Comment