Selasa (24/9/2013) pagi, Fransiskus Galis (59) dan Sabina Naut (58)
ditemani beberapa sanak famili, datang ke Polres Manggarai, memenuhi
undangan polisi yang akan meminta keterangannya.
Kapolres Manggarai AKBP Tony Binsar SH SIK mengatakan, tuduhan dukun
santet sulit dibuktikan dengan hukum positif. Belum ada ketentuan
perundangan yang mengatur tentang tindak pidana itu.
"Belum ada undang-undangnya. Belum ada jaksa santet, juga belum ada
majelis hakim santet. Bagaimana mungkin pelaku diproses hukum?" tutur
Tony, menjawab Pos Kupang, Selasa (24/9/2013) pagi.
Sanksi adat dengan memberi minum air kencing yang dicampur kotoran
manusia, menurut Tony merendahkan harkat dan martabat manusia.
"Air kencing dicampur kotoran manusia? Binatang saja tentu tidak akan mau minum," ucap Tony.
Menurutnya, bila diproses hukum, maka sanksi minum air kencing yang
dijatuhkan tua adat dan kepala desa, bisa dikategorikan sebagai
perbuatan tidak menyenangkan.
Langkah awal yang telah ditempuh kepolisian dengan memanggil Frans
untuk dimintai keterangan, dan akan dikroscek dengan para tua adat dan
kepala desa.
"Baru sebatas informasi dari Pak Frans. Korban sudah melapor ke Pospol Wae Rii," ujar Tony.
Diberitakan sebelumnya, Fransiskus Galis (59) dan Sabina Naut (58)
dipaksa minum air seni, untuk menebus 'dosa' karena dituduh menyantet
seorang remaja putra yang berubah rupa menjadi kucing, kemudian masuk ke
kamar anak gadis di kampung itu.
Minum air kencing dicampur kotoran, dilakukan setelah Frans menyelesaikan hukuman memikul lesung seberat 35 kilogram.
Dia jalan kaki dari rumah ke rumah, mengelilingi kampung. Sambil
jalan, Frans wajib berteriak meminta warga tak menirukan perbuatannya
dan meminta maaf.
No comments:
Post a Comment