Pengrusakan kantor Pengadilan Negeri Depok oleh ormas kepemudaan, dipicu
oleh penundaan eksekusi lahan yang telah dimenangkan pihaknya.
Bagaimana sebenarnya perjalanan saling gugat ini berjalan?
Ketua Pengadilan Negeri Depok Prim Haryadi menjelaskan, sengketa atas
lahan 33 hektar di Parung Serab, Sukmajaya, Depok terjadi pada 1997.
Pihak yang bersengketa adalah warga dengan Kemenkominfo.
Warga
berjumlah 600 itu kemudian mengajukan gugatan kepada Kemenkominfo ke
Pengadilan Negeri Bogor. Hasilnya, PN Bogor menolak gugatan yang artinya
kepemilikan lahan berada di Kemenkominfo.
Proses kemudian
berlanjut dengan banding. Keputusan banding di Pengadilan Tinggi Jawa
Barat memenangkan warga. Tak sampai disitu, proses berlanjut ke tingkat
kasasi. Mahkamah Agung pun memutuskan untuk membatalkan putusan banding
Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Artinya kepemilikan lahan berada di tangan
Kemenkominfo.
Tak sampai disitu, proses hukum berlanjut ke Peninjauan Kembali (PK). Di tingkat ini, pengadilan memutuskan memenangkan warga.
"Atas putusan itu, PN Bogor melimpahkan eksekusi ke PN Depok karena lokasi lahan ada di Depok," kata Prim, Selasa (17/9/2013).
Pada
tahun 2012 lalu, Kemenkominfo mengajukan gugatan ke PN Depok terkait
kepemilikan lahan. Di PN Depok, gugatan itu ditolak karena subjek dan
objek perkaranya sama dengan sebelumnya. Namun, saat ditingkat banding
di Pengadilan Tinggi Jawa Barat, gugatan itu dikabulkan.
"Artinya, keputusan ini bertentangan dengan putusan PK yang sebelumnya telah ditetapkan," lanjut Prim.
Karena
itu, PN Bogor dan PT Jawa Barat mengirimkan surat ke PN Depok untuk
menunda eksekusi. Alhasil, eksekusi yang sudah ditetapkan dilakukan hari
ini tertunda. Padahal, penjadwalan sudah dilakukan sejak 2 minggu lalu.
"Nah
dengan adanya insiden ini, akhirnya kita lakukan eksekusi dengan
berdasar pada putusan PK. Untuk proses hukum yang masih berjalan biar
urusan belakangan. Dan, ini sudah saya laporkan ke PT Jawa Barat hingga
ke Mahkamah Agung," tutup Prim.
No comments:
Post a Comment